-->

128 Tahun Mengejar Ketertinggalan Pendidikan Indonesia

Baru-baru ini, kita di kabarkan tentang Ketertinggalan pendidikan Indonesia. Menurut Seorang penelitian seorang profesor dari Universitas Harvard, Indonesia butuh 128 Tahun untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Dalam PISA (The Proggramme of International Student Assesment) Indonesia menduduki angka 64 dari 70 negara di dunia dalam hal Reading literacy. Untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan dalam jangka waktu 128 tahun dan untuk menyamai pencapaian yang diperoleh negara-negara maju. Dalam pertemuannya, presiden, tokoh penting negara dan pemuda-pemuda Indonesia mengungkapkan bahwa: 
  1. Sistem pendidikan harus dirombak dan jangan terjebak dengan rutinitas harian. 
  2. Anak-anak harus dihadapkan pada tantangan-tantangan, dan masalah-masalah.
  3. Anak-Anak harus mengalami langsung kegiatan di lapangan. Seperti harus terjun langsung ke pabrik untuk mengetahui bagaimana proses kerja pabrik yang ada didalamnya.
    Presiden memberikan Sambutan (Sumber: padarnews.com)
Dari proses analisis beberapa Kabar berita yang dikabarkan dari berbagai media, terdapat beberapa penyebab yang menjadikan Indonesia ketinggalan kereta dari negara-negara lainnya:
  1. Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau, 17,000 Pulau
  2. Metode yang diterapkan terlalu menoton
  3. Minat baca guru dan siswa
  4. Ketidaksetaraan sosial dalam negara
  5. Anak-anak hanya diajari menghafal bukan berpikir kritis.
Dari beberapa sebab tersebut, pertama, Indonesia terdiri dari 70.000 pulau, sehingga menurut penulis tidak mungkin untuk mengatur sedemikian banyaknya pulau dengan budaya, adat, dan tradisi yang berbeda tersebut. Presiden tidak bisa turun tangan sendiri untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, para tokoh pendidikan harus dikerahkan di berbagai daerah, sehingga pendidikan tidak berwatak sentralisasi tapi desentralisasi, yaitu yang mengatur pendidikan dan yang berwenang adalah daerahnya sendiri sesuai dengan adat, tradisi, dan budaya yang berlaku di setiap daerah masing-masing. Setiap daerah tidak mungkin menyesuaikan dengan pendidikan yang ada di perkotaan. 
Kedua, Banyak metode yang seharusnya digunakan oleh pendidik, tidak hanya berpatokan pada satu metode yang sudah membuatnya nyaman menyampaikan materi setiap pembelajaran. Bermacam-macam metode harus diaplikasikan didalam kelas. Dengan metode yang bervariasi tentu akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. 
Ketiga, Minat baca guru dan siswa yang melemah, sesuai dengan Hasil penilaian PISA tersebut, literasi negara kita menduduki angka rendah dari beberapa negara, seharusnya guru melakukan langkah tepat dalam menumbuhkan minat baca kepada siswa. Guru harus membenahi diri, memanfaatkan perpustakaan yang ada di setiap sekolah, dan meluangkan waktu dari beberapa jam pembelajaran yang sudah ditetapkan didalamnya untuk membaca.
Guru tidak perlu membatasi kreatifitas siswa sehingga menyebabkan pikirannya stagnan pada aturan yang serba ketat. Siswa pada hakikatnya adalah pembelajar yang sempurna dan pemikir yang cemerlang. 
Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan bahwa kemampuan membaca anak Indonesia tertinggal 45 tahun dari negara maju. Sedangkan kemampuan ilmu pengetahuan tertinggal 75 tahun.
Berdasarkan Uji Kompetensi Guru (UKG), rata-rata nilai yang diperoleh guru Indonesia hanya sebesar 53 dari 100. Dari situ, terlihat bahwa kualitas guru di Indonesia masing dipertanyakan, dengan anggaran 20 % dari APBN, seharusnya lebih berkualitas guru tersebut.
Keempat, Ketidaksetaraan sosial di negara ini yang menjadi alasan utama ketertinggalan Indonesia. Sulit sekali menyamaratakan sosial antar daerah, dari sudut terpencil desa sampai kota tidaklah mungkin merata. Maka dari itu penyelenggaraan pendidikan dikembalikan kepada daerah masing masing yang disebut desentralisasi, sehingga yang mengatur adalah daerahnya sendiri bukan dari atas (sentralisasi). Indonesia seolah-olah membedakan anak kaum hartawan dengan anak kaum tidak tidak ber-uang. Anak orang kaya mendapatkan fasilitas yang baik, guru yang berkualitas dan anak orang miskin mendapatkan pendidikan yang tidak berkualitas, sarana dan prasarana yang tidak memadai serta hanya mengedapankan kebohongan semata. 
Selain itu, Mungkin mengurangi intervensi pemerintah terhadap dunia pendidikan. Pendidikan tidak harus tersentralisasi dalam satu titik saja, dalam hal ini hanya regulasi pemerintah belaka. Pemerintah hanya cukup sebagai climate control, yang bertugas mengawasi iklim pendidikan dan memberi budget yang layak demi tercapainya kualitas pendidikan. Pemerintah semestinya tidak boleh mengatur dan mengarahkan pendidikan harus berjalan secara tersentralisasi. Salah satu sumber mengatakan intervensi pemerintah terhadap pendidikan seringkali menciptakan permasalahan ketimbang kemanfaatan. Dunia pendidikan kita tidak pernah lepas dari politisasi elit politik dan korupsi.
Teman Sepermainan (Sumber: balimandira.com)
Kelima, Anak-anak di sekolah jangan hanya diajari tentang menghafal saja, karena daya ingat setiap anak berbeda dan sewaktu-waktu melemah. Seharusnyalah pendidikan mengedepankan berpikir kritis, memberi tantangan dan masalah kepada anak. Menurut pengamatan penulis, memang orang kaya kebanyakan mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sedangkan orang miskin tidak. Pembangunan satuan pendidikan di awal harus memenuhi syarat ketat, sehingga tidak sembarang masyarakat yang membangun satuan pendidikan baru ditengah banyaknya pendidikan yang sudah berkualitas, pada akhirnya akan merata adanya pendidikan berkualitas tersebut. Jika seandainya pendidikan di Indonesia entah dari golongan miskin atau kaya di samaratakan, mungkin saja pendidikan Indonesia akan memperoleh nilai plus di mata dunia. 
Ada yang mengatakan, Untuk mengejar ketertinggalan itu, pendidikan Indonesia harus mementingkan 2 aspek penting dalam pendidikan, yaitu akses dan kualitas.

1 Response to "128 Tahun Mengejar Ketertinggalan Pendidikan Indonesia"

  1. menurut saya pemerintah membuat UUD tidak 100% untuk kepentingan rakyat, maksud saya kata kata untuk kepentingan rakyat rakyat hanya dijadikan cover untuk menutupi kebenaran yang sebenarnya , yang bahwasanya peraturan yang dibuat untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

    BalasHapus

#Silahkan Komentar Sewajarnya
#Berkomentar Sesuai Topik yang Dibahas
#Dilarang Meletakkan Link ke Situs, Kecuali Referensi Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel